Dear visitor.............

I am happy to release this blog, containing simple articles about architecture & some of my JiPeg collection.
I wish you'll enjoy it.
The first is about the beginning of Gothic, Renaissance, Baroque & Rococo period in Europe early 11 century which influenced the way of modern architecture had risen later in 20 century, whereas Industrial Revolution & art movements like Art Nouveau & The Supersensualists were strongly coped Europe.
Nowadays, the relation between architecture & global business become more stronger, photographs on the right column shows the evident.
So that, my fellow visitors, with this Blog you could see the way I learn about architectural matter.
I can assure you that, NOT ANY sentence & even one JiPeg have taken from WebSite.
And I also would like to ask your commitment NOT TO COPY anything from this blog.

Tuesday, April 27, 2010

Sunday, April 25, 2010

Manajemen disain di INDUSTRI PROPERTI - Indonesia

ARCHITECTURAL PRODUCTION SYSTEM, The language of POST MODERN ARCHITECTURE, 4th Edition, 1984, Charles JENCKS

DESIGN MANAGEMENT IN GLOBAL BUSINESS

JAKARTA RISING - Property Link magazine - August 1994

CITRA LAND - Jakarta ultra modern shopping hotel complex - Property Link magazine, March 1993

PROPERTY BLUES - Asian Business magazine - January 1, 1998

KEEPING THE CUSTOMER SATISFIED - The Economist magazine - July 20, 2001

SKY IS THE LIMIT - Review Indonesia magazine - December 24, 1994

APARTMENT - INDONESIA BUSINESS weekly, June 11, 1993

PETRONAS TOWER - Property Link magazine, October 1992


JAKARTA PROPERTY MARKET - Property Link magazine, December 1992


PROPERTI INDONESIA - Review Indonesia magazine, June 12, 1993

PENGANTAR
Para pembaca yang budiman, tulisan ini merupakan satu pendekatan umum tentang dasar mengenai manajemen disain yang dibutuhkan pada proses produksi didalam bisnis industri, dimana keterkaitan dengan aspek market trend, competitive strategy dan competitive advantage pada setiap jenis produk komersial sangat kuat. Analogy yang dipakai dalam tulisan ini difokuskan pada manajemen disain dalam industri properti bangunan komersial yang membutuhkan produk disain berkualitas dari para arsitek agar dapat diserap oleh segmen pasar properti dengan baik serta dapat membuat konsumen pemakai terpuaskan (keeping the customer satisfied - The Economist).

ABSTRAK
Manajemen disain merupakan satu rantai proses produksi dalam industri komersial, dimana posisi seorang disainer harus dan dapat merefleksikan nilai atau value dari "profit oriented" organization untuk menghasilkan "the best & commercial product". Pada BusinessWeek (Nov. 2001) diulas tentang peran disainer yang harus dapat mencari dan menghasilkan solusi dari setiap problem dalam dunia bisnis yang dapat memberikan suatu hasil yang terukur bagi client / owner, dengan kata lain pandangan tersebut berusaha untuk menyimpulkan bagaimana disain yang baik (good design) benar2 dapat membuktikan dan menghasilkan "good business".
Pada harian Bsinis Indonesia (13 Agustus 2006) seorang arsitek muda juga mengungkapkan bahwa "good design is good business", akan tetapi banyak pandangan yang menyatakan bahwa "good design" saja belum tentu akan menghasilkan "god business", karena menurut mereka selanjutnya, good business tanpa solusi terhadap good products dan well designed hanya akan menciptakan short term benefits bagi para penbgusaha.

Didalam industri properti, beberapa contoh produk unggulan dapat ditampilkan sebagai good product & well designed yang menghasilkan good business serta dapat mencapai target market dan prospective buyers yang jelas, antara lain seperti Regatta - Hotel & Apartment milik PT Dharmala Intiland yang berlokasi dipantai Mutiara - Ancol, bisa dianggap mencerminkan good product dan well-designed dengan tampilan yang "state of the art" bernuansa resort. Berikutnya, terlepas dari kontroversi yang muncul antar praktisi arsitek, Da Vinci - Serviced apartment dijalan jenderal Sudirman, Jakarta juga dapat dijadikan gambaran dari good product & well-designed dengan menawarkan unit2 kondisi furnished dengan furniture dan interior mewah produk Da Vinci, begitu pun dengan apartemen The Peak @ Sudirman milik Agung Podomoro group yang memposisikan produknya hanya untuk segmen pasar kelas atas dengan memakai konsultan arsitek serta kontraktor utama papan atas.
Contoh2 banguna tersebut dapat dipandang sebagai good product dengan menampilkan kesan "new architectural Icon" serta "well-designed" sekaligus mencerminkan bangunan bernuansa trend masa kini (state of the art) serta dapat diterima oleh pasar.

PENDAHULUAN
Keberadaan manajemen disain pada dasarnya adalah untuk mengarahkan seluruh kemampuan disain dalam menghasilkan satu produk komersial, dimana selama prosesnya faktor2 dari strategic-marketing, market demand serta fluktuasi segemn pasar sangat berpengaruh terhadap hasil akhir dari suatu disain produk. Menarik untuk disimak dari apa yang ditulis jauh sebelumnya oleh Bruce & Jevnaker (3) tentang hubungan antara disainer dan pengusaha, mereka berpendapat bahwa disainer akan melakukan konseptualisasi, visualisasi dan secara praktikal akan membentuk disain baru, sedangkan pada sisi pengusaha, akan melakukan analisa pengamatan serta membuat keputusan dala lingkup usahanya, selain itu para disainer harus juga terbiasa melakukan analisa pasar untuk membuat strategi dalam mengantisipasi segmen pasar dimana produk mereka akan ditawarkan.
Tujuan dari manajemen disain antara lain juga agar dapat memastikan bahwa perusahaan mempergunakan sumber2 disain secara efektif untuk mencapai Corporate Objectives seperti Future Earning, meningkatkan Market Shares serta nilai Kapitalisasi perusahaan. Agung Podomoro Group di Jakarta, sebagai perusahaan pengembang properti yang mendominasi kapitalisasi asset properti di wilayah Jabotabek saat ini, dapat dijadikan sebagai contoh perusahaan yang sangat memacu Corporate Objectives mereka dengan membangun sebanyak mungkin bangunan komersial baik itu secara sendiri maupun beraliansi dengan dengan pengembang lainnya.
Posisi arsitek sebagai penghasil karya Innovative dalam pasar properti kedepannya sangat penting dalam menentukan Competitive Strategy yang akan dilaksanakan oleh pengembang, untuk itu semacam Skill-mixed antara disainer, manajemen dan marketing akan menjadi semacam kekuatan dasar arsitek dalam industri properti.
Pendapat tersebut walaupun sudah pernah diutarakan jauh beberapa tahun yang silam, masih sangat relevan pada masa kini, berkaitan dengan kondisi persaingan yang semakin tajam dalam setiap jenis pasar, dimana Marketing Strategy dan Innovation merupakan dua fungsi dasar dalam menghadapi konsumen dan Market Trend (Drucker, Managing in the next society, 2002).
Lebih ditekankan lagi oleh Kenichi Ohmae (McKinsey & Co) dan Carly Fiorina (mantan CEO Hewlett Packard 2001), bahwa ujung tombak marketing adalah "Innovate" atau perusahaan akan menuju jurang kehancuran. Agar lebih yakin lagi, dapat dikutip pula pernyataan DR. Soichi Kajima, M. Arch, President & CEO Kajima Corporation (Developer & Construction - big 5 in Japan), bahwa; "Greatest requirement of design is creativity, means innovation". Lalu berdasarkan semua diatas, apakah persaingan harus selalu dihindari, dengan menerapkan strategi "Red-Blue Ocean" misalnya (Kim & Mauborgne, 2006), apakah dapat efektif? terutama dalam konteks Commercial Building Design dalam industri properti yang sangat kompetitif saat ini? karena Carly Fiorina sendiri (AsiaWeek, Nov. 2001) sangat meyakini tidak ada cara selain innovasi dalam mengahdapi persaingan atau dapat tereliminasi. Begitu pula bagi seorang DR. Chin Ning-Chu (Do less achieve more, Harper Collins Publishers, 2001) yang selalu menekankan prinsip Sun Tzu's art of war sebagai dasar dari kepemimpinan dalam era Hyper Competition saat ini.

PENGERTIAN MANAJEMEN DISAIN
"Design is about passion, emotion & attachment, and it the heart of every business" Tom Peters (2007)
Manajemen disain dapat menjadi penghubung antara masyarakat konsumen dengan proses produksi, yaitu dengan konsep marketing yang berkaitan dengan Owner & End-users.
Dari konteks sejarah modern arsitektur, dapat diambil analogi perbedaan konsep disain yang dianut oleh arsitek Le Corbusier (Unite d'habitation, Marseille, 1952) dan Mies van der Rohe (DR. Farnsworth's house, Illinois, 1951) yang lebih mengedapankan pandangan individunya terhadap disain dan seni, dibandingkan dengan disain yang dianut oleh seorang Eero Saarinen (Dulles airport, Washington, 1964) dengan dasar pemikiran disain yang "matching with owner and user idea".
Penerapan manajemen disain juga penting dalam menjembatani proses implementasi segala aspek didalam satu bentuk produk yang innovatif bagi kebutuhan pemakai (Iskandar, M - Konstruksi, Febr. 2002). Kualitas disain yang baik diyakini dapat mendongkrak kesuksesan dalam penjualan produk pada pasar global seperti ulas pada majalah BusinessWeek (July 2003) bahwa "good design provide the competitive edge" bagi produk lama maupun baru.
Sebagai bagian dari strategi bisnis, satu tulisan dalam majalah Proyeksi (Jan/Febr, 2006) menekankan bahwa kekuatan disain mencerminkan kemampuan strategi yang membuat produk menjadi unik.
Dalam konteks arsitektural, disain dari Superblok St. Moritz nya Lippo di Jakarta Barat mungkin dapat dijadikan contoh perencanaan yang mencitrakan good products dan well design yang unik untuk segment pasar expatriate dan kelas atas. Dalam manajemen disain pada industri properti, disain dan fungsi harus difokuskan untuk memecahkan permasalahan yang ada apda client/owner demi mencapai sukses tujuan bisnis (BusinessWeek, Nov. 20040. Dilevel perusahaan, disain juga merupakan perangkat yang memiliki pengaruh pada pemahaman dan penghargaan terhadap merek (brand) tertentu (Proyeksi, Jan/Febr, 2006). Seperti pada disain Mixed-Use Plaza Senayan atau mall Pondok Indah di Jakarta, dimana sebagai shopping arcade, pusat perbelanjaan dan hiburan ini sangat dipengaruhi pasar dari masyarakat kalangan High-end society dimana bagi kalangan tersebut hampir tidak ada limit budget untuk Social life-style mereka, serta membutuhkan atmosfir mewah dan nyaman layaknya pelayanan "Raffles Class" pada Singapore Airlines, disertai penataan serta pengelompokan produk2 yang dipajang harus memiliki citra "State of the art". sedikit berbeda dengan tipe Mixed-use pada One Pacific Place di CBD Sudirman, penekanan proses disain shopping center ini diduga lebih fokus pada pengolahan Tenancy-Mix kelompok penjualan makanan, karena selain keberadaan shopping center yang menyatu dengan hotel international dalam satu gedung, juga didominasi kuat oleh aktifitas perkantoran. Suasana privacy, individual serta nuansa business like yang merebak dari area Food Hall maupun pada kelompok Specialist restaurant yang tersebar hampir disetiap lantai dapat dikatakan cukup berhasil tercipta bagi kalangan pekerja untuk "Breakfast-Lunch-Dine" sekaligus business meeting.
Kontribusi manajemen disain dalam industry property harus bisa menciptakan keuntungan kompetitif (Competitive Advantage), artinya dapat menekan biaya, meningkatkan Sales Revenue dan Market Shares dalam segmen properti, karena setiap disain yang spektakuler akan memberikan "something different", dapat berupa Selling Point bagi pemilik, misalnya dengan ketepatan pengolahan Tenancy-Mix pada setiap lantai Shopping Arcade.
produk disain yang sukses akan mencitrakan pesan yang tercermin seperti pada sosok Apartment DaVinci, dimana penampilannya mengingatkan pada detail furniture produk DaVinci, tepat seperti yang dikatakan Hermawan (SWA, Mei/Juni, 2007) bahwa produk harus dapat keluar dari kelompok komoditas untuk dapat meraih nilai ekonomis yang lebih (Competitive Advantage).

DISAIN dalam INDUSTRI PROPERTI
"Architect is really about trying understand place, but place is not just a physical thing.
Place is nothing without people or culture"
James Grose - arsitek Sydney Olympic Park 2000
(Properti Indonesia - Januari 2004)
Masyarakat adalah tujuan utama setiap produk dibuat dan selalu dikembangkan, karena masyarakat menurut Whiteman (23) dapat diartikan sebagai individu atau kelompok maupun organisasi pemakai dari setiap produk yang sifatnya harus dapat memenuhi kebutuhan individu maupun kelompok industri.
Dalam industri properti, disain harus dilihat dari kaca mata bisnis yang berhubungan dengan user's need, serta orientasi keuntungan pengembang yang tidak lepas dari market demand. Terdapat dua prinsip dasar disain yang harus diterapkan dalam setiap produk, pertama prinsip disain dengan dasar konseptualisasi, visualisasi dan pengembangan ide baru, dan kedua prinsip dari bisnis yang berpihak pada kebijakan market analyst, assessing strategy serta pembuatan keputusan.
CATATAN
Photo2 majalah diatas diposting untuk mengingatkan & memperjelas bahwa disain arsitektur dalam industry property sangat berkaitan dengan berbagai sektor ekonomi.

Saturday, April 24, 2010

ART DECO pada disain ARSITEKTUR

STATE CAPITOL - LOUSIANA, 34 Fl - BATON ROUGE, 1932 - Art DECO style

GRUNDTVIG Church - Copenhagen, 1922 - arch. Jensen klint - ArtDeco style

CANADIAN SUPREME COURT - Ottawa - Ontario, 1946 - arch. Ernest CORMIER - Art Deco style

ART DECO style - Southern Miami beach - Florida, 1920-30's


PRE-FABRICATED Housing complex - Expo 1967, Montreal, Quebec, Canada - MOSHE SAFDIE


POMPIDOU CENTRE (Beauborg) - Paris, 1977 - Philip Rogers & Renzo Piano - ART DECO, machine age - Methapor style

PENGANTAR
Para pembaca semua, tulisan dibawah ini adalah mengenai salah satu aliran seni yang merasuki jiwa para arsitek pada satu masa (termasuk di Indonesia juga pernah) yang sangat mengagungkan penerapan "garis horizontal & vertikal serta penampilan bersih" pada penyelesaian tampak bangunan, tetapi apakah dalam perjalanannya, penerapannya masih murni? Selamat membaca

PROLOG
Sebagian kalangan pengamat seni menganggap aliran Art Deco didalam dunia arsitektur merupakan sebuah konsep yang sulit untuk didefenisikan, karena aliran tersebut banyak mengacu pada gaya dekorasi tradisional yang bersifat innovative, yang menyerap pengaruh dari berbagai sumber dan pergerakan disamping itu juga sering mempergunakan material baru bagi penyelesaian arsitektonisnya. Art Deco yang juga dapat diistilahkan dengan nama Style Moderne, pada dasarnya adalah satu pergerakan didalam dunia Decorative art dan arsitektur yang muncul pada zaman "progressive tradisionalism" sekitar tahun 1920 an dan berkembang didalam modern style di Eropa barat serta Amerika Serikat di zaman "revolusionary modernism" selama tahun 1930 an. Nama Art Deco sendiri konon muncul pada satu pameran The Exposition Internationale des arts Decoratifs et Industriels Modernes yang diadakan di Paris tahun 1925.
Ciri utama dari bentuk Art Deco sangat sederhana, permukaan yang bersih, sering dengan penampilan Stream Line, ornament yang dipakai adalah geometric atau dengan gaya yang berasal dari bentuk yang representasional serta variasi yang tidak biasa serta sering memakai material yang mahal, termasuk didalamnya material buatan seperti plastic, gelas serta besi (wrought dan cast iron) sebagai tambahan kedalam bahan yang alamiah seperti jamrud, silver, ivory, chrome dan batu kristal. Meskipun bentuk Art Deco sangat jarang yang dibuat secara massal, karakteristik dari gaya yang terbentuk merefleksikan kekaguman terhadap kemajuan dari era mesin serta bagi kualitas disain yang inherent dari bentuk yang dihasilkan oleh mesin seperti bentuk relative sederhana simetris serta pengulangan yang tidak bervariasi dari setiap elemen.


WORKS CITED
1. McGuigan, C (2001), Totally modern Mies, NewsWeek weekly mag, July 2001
2. Jencks, C (1985), Modern movements in architecture, Penguin Book Ltd., England
3. Jencks, C (1984), The language of Post Modern Architecture, 4th Ed., Academy Editions, England
4. Jencks, C (1980), Late-modern architecture, Academy Editions, England
5. Passchier, A (1988), The mmodern movement of architecture in Indonesia, Jakarta
1988
6. Norberg-Schulz (1980), Late Baroque & Rococo architecture, Electa Edifice, Milan
7. Grodeski, L (1986), Gothic architecture, Electa Edifice, Milan
8. Murray, P (1986), Renaissance architecture, Electa Edifice, Milan
9. Bayer, P (1999), art Deco architecture, Thames & Hudson Ltd., London
10. Stern, R. A. M (1980), Notes on American architecture in the waning of the petroleum era, GA Document: Special Issue 1970-1980, ADA Edita, Tokyo Ltd.

Profesi Arsitek, BUSINESS or ART?

Tom PETERS - RE IMAGINE 2003

INTERACTICE CORPORATION building - New York, 2007 - Brand develop by exploiting architectural scheme - arch. F.O. Gehry

Soichi KAJIMA, M.Arch, PhD - The owner of KAJIMA CORPORATION (developer, investment, designer & contractor), JAPAN - Photograph 1990

MARINE PARADE WATER FRONT - Singapore - NewsWeek magazine

21 MILLENIUM TOWER - Time magazine, Dec04/Jan05

MELBOURNE DOCKLANDS - Docklands Authority Profile - October 1998

KANSAI AIRPORT - OSAKA - Japan, 1994 - arch. Renzo PIANO - Steel & Glass - Asia Inc. magazine, November 1995

BONN AIRPORT terminal 2 - Cologne-Germany, 2000 - Helmut JAHN - Steel & Glass - Post Modern style - Lufthansa magazine, October 2002

MARINA BAY - Singapore - arch. OVA ARUP - PM NETWORK journal, October 2007

MILWAUKEE museum of art - Wisconsin, 2001 - arch. Santiago CALATRAVA - TIME magazine, February 5, 2001

JEAN MARIE TJIBAOU Cultural Center - South AFRICA - arch. Renzo PIANO - TIME magazine, June 29, 1998

WORLD FINANCIAL CENTRE, 95 Fl - Shanghai - arch. Kohn PEDERSON FOX - NEWSWEEK magazine, May 27, 2002

TENERIFE Concert Hall - CANARY Island - arch. Santiago CALATRAVA - NewsWeek magazine, February 23, 2004

MILLENIUM DOME - THAMES river, LONDON 1999 - arch. Richard ROGERS & Zaha HADID - KOMPAS news, July 23, 2000


New TALL Building - Daniel LIBESKIND (Freedom Tower, NY) & Santiago CALATRAVA (Turning Torso, Sweden) & Norman FOSTER (Swiss-Re, HQ, London) - TIME magazine, August 2004


OFFICE Building - Milan, Italy 2005 - arch. Zaha M HADID - TORQUED FLORISH - Time magazine, Dec 2004-Jan 2005


CCTV Building - Beijing - arch. Rem KOOLHAAS - Deconstructivism style - NewsWeek, January 2003


GOOD DESIGN SHOULD BE A GOOD PRODUCT - Business Week, July 2003


GOOD DESIGN SHOULD BE A GOOD BUSINESS - Business Week Indonesia, Nov. 2004

PENGANTAR
Pembaca yang budiman, tulisan dibawah ini merupakan gambaran pengetahuan dan pengalaman selama saya berkarya sebagai professional dibidang industry property konstruksi. Saya mencoba untuk memberikan pandangan tentang apa dan siapa sebenarnya arsitek itu dalam kiprahnya didunia profesional yang sarat bersinggungan dengan berbagai aspek dalam kehidupan. Tulisan ini adalah adaptasi dari synopsis saya untuk pendahuluan sebelum memberikan presentase disatu Academic Seminar di Trisakti, 2004 dan sebelumnya juga telah pernah dimuat dalam majalah IndoConstruction, Vol. 1 No. 4, Februari 2001. Selamat membaca

Artikel ini juga didukung oleh artikel dibawahnya dengan judul
WATER FRONT CITY; Sebagai wilayah kota urban modern

PROLOG
Arsitek bukanlah hanya seorang disainer dengan lingkup ilmu dan pengetahuan yang berkisar pada kemampuan membuat skematik disain, zoning ruang, gubahan massa, proporsi ataupun kombinasi warna dan lain sebagainya. Jikalau wawasan seorang arsitek hanya berkisar pada hal-hal tersebut, maka seorang arsitek hanya akan menjadi "tukang gambar" berbekal ilmu dengan mereka-reka. berdasarkan pandangan tersebut, seoremen pemeliharaan dan operasional dengan benar dan baikang arsitekharus mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang berkaitan dengan setiap proyek arsitektur termasuk fokusnya terhadap harapan masyarakat pemilik (stake holders) dan pemakai (end-user) terhadap dirinya sebagai profesional, dimulai sejak tahap pra-desain, proses pengembangan disain dan pada tahap implementasi disain arsitektur pada proyek arsitektur serta bagaimana cara manajemen pemeliharaan dan operasional bangunan dengan benar dan baik

KOMENTAR KECIL
Kalau otak kanan lebih dominan....arsitek akan cenderung jadi arsitek SENIMAN, tapi kalau otak kirinya yang dominan, maka dia kemungkinan besar jadi pedagang bangunan alias DEVELOPER....
Akan tetapi ada contoh langka, otak kanan & kirinya sama dominan, yang hebatnya lagi kedua sisi otak tidak saling "konflik", contohnya; Santiago Calatrava & Zaha M Hadid (mau tau siapa mereka? cari sendiri!)

PERAN ARSITEK SEBAGAI PROFESSIONAL
Menarik untuk disimak pernyataan dari Pahl & Beitz (1984) yang dapat dijadikan dasar bagi para arsitek dalam membuat satu karya, yaitu harus melewati beberapa tahapan, pertama berupa pengumpulan data2 serta kebutuhan2, membuat klarifikasi dari permintaan dan kebutuhan yang berasal dari semua pihak yang berkepentingan dengan hasil karyanya serta spesifikasi yang mengacu pada pemakaian bahan dan alat serta tenaga kerja, tahap kedua adalah konsep disain, tahap berikutnya perwujudan disain dan tahap terakhir adalah detail disain. Dengan kata lain, seorang arsitek bisa dikatakan sebagai disainer yang menerapkan pengetahuan2 lainnya kedalam proses disainnya. Sperti halnya Hales (1993) yang menekankan bahwa proses disain dapat dikategorikan sebagai "engineering design process" karena menerapkan idea dan kebutuhan pasar yang diolah menjadi data2 yang diperlukan untuk menghasilkan satu produk disain. Dengan demikian arsitektur dapat dikatakan adalah hasil dari produk disain dimana proses menuju hasil akhirnya sangat panjang dalam tahapan, dan dalam proses tersebut seorang arsitek lebih berperan sebagai pengeola proses disain yang dapat disebut "design management". Dalam hal ini dapat disimak pula pernyataan dari Robert J Logan (1997) seorang manajer dari User Interface Design, Amerika, bahwa pemakaian disain manajemen dapat menghasilkan product cost saving, percepatan dalam melempar produck kesegmen pasar dan dapat memberikan kepuasan kepada para pemakai.

Arsitek dalam proses kerjanya diharuskan mengukur kesulitan2 yang dihadapi, karena banyak fungsi2 yang harus dianalisa selama proses berlangsung, terutama untuk menghasilkan suatu produk yang dapat diterima oleh masyarakat serta laku dipasaran, fungsi pemasaran dan produksi harus menjadi bahan pertimbangan utama. Lebih jauh lagi orientasi arsitek terhadap segmen pasar diperlukan sejak pertama dan selama proses disain berlangsung. Karena efek dari disain merupakan bagian yang akan dirasakan dalam jangka waktu panjang, langsung serta nyata oleh para investor, pemilik, seluruh stake holder dan konsumen sebagai kelompok masyarakat pemakai.

Jika melihat perkembangan bisnis properti saat ini di Indo, peran arsitek diharuskan untuk dapat mempergunakan tanggung jawab, wewenang serta nara sumbernya yang cukup untuk memuaskan konsumen, pemilik modal serta kelompok masyarakat pemakai. Arsitek diharapkan akan memproduksi hasil yang dapat diterima oleh semua pihak diatas sesuai dengan zamannya. Karena dalam bisnis properti, tanpa kelompok masyarakat konsumen, apa yang dilakukan para investor tidak akan berfungsi (Cleavely, 1984).

Dari uraian diatas, dapat terlihat bahwa hasil karya arsitektur akan dipengaruhi oleh perkembangan kebutuhan dari masyarakat pemakai dalam segmen pasar properti pada setiap masanya.

WORKS CITED
1. Beng, TH (1992), A patron or a client, Property Link, No. 17, August 1992
2. Beng, TH (1992), Architects with (out) styles, Property Link, No. 15, June 1992
3. Broadbent, G (1980), Design in architecture and the human sciences, John Wiley & Sons Ltd., Toronto, 1980
4. Pahl & Beitz (1984), engineering design, Cambridge University Press Edition, John Wiley & Sons
5. Cleavely (1984), The marketing of industrial and commercial property, The estate Gazette Ltd., London
6. Hales (1993), managing engineering design, Longman Scientific & Technical, Harlow
7. Tondrow 91996), Melbourne property kickstart, Journal Building Owner & manager, Vol. 10, No. 8, May 1996
8. Logan (1997), Research, design and business strategy, Design Management Journal, Vol. 8, No. 2, Spring 1997
9. Umbach & Herbuck (1997), Design management and product development: Linking people and process, Design management Journal, Vol. 3, No. 2, Spring 1997
10. Powell (1998), Developing a framework for design management, Design Management Journal, Vol. 9, No. 3, Summer 1998
11. The Economist 91999), Cities: The end of urban man? Care to bet?, The Economist weekly magazine, Millenium Special Edition, December 1999
12. Ali (2000), The beats goes on, NewsWeek magazine, May 22, 2000

ARTIKEL PENDUKUNG
Dibawah ini adalah artikel pendukung bagi tulisan diatas. Tulisan ini sudah pernah di published pada majalah PROPERTY, Maret 2000 & Buletin TATA RUANG (BAPPENAS), edisi V, Desember 2000, selamat membaca. Tapi sudah diedit jadi lebih pendek dari aslinya

WATER FRONT CITY; Sebagai wilayah kota urban modern

Pada setiap kota, aktifitas masyarakat yg berada didalamnya tidak terlepas dari pengaruh pola penerapan manajemen tata ruang yg menciptakan berbagai fasilitas sebagai penopang setiap kegiatan mereka. Idealnya kota akan berkembang sesuai dengan pertumbuhan masyarakat didalamnya. Kota juga berkembang sesuai dengan perkembangan industrinya. Perkembangan kota akan menjurus komunitas didalamnya menjadi lebih heterogen walau masih dengan tujuan sama yaitu penghasilan lebih baik. mekarnya simpul2 aktifitas industri & perdagangan secara phisik akan memekarkan wilayah perkotaan, terutama kota2 disepanjang pesisir pantai yg menjadi simpul akhir dari proses perdagangan, yaitu sebagai wilayah simpan-bongkar-muat produk yg akan dikirim melalui laut, inilah asal muasal muncul istilah Water Front City.
Wilayah Water Front yg biasa disebut sebagai Dermaga atau DOCKLANDS, seperti yg digambarkan oleh Ackroyd (1999) seorang jurnalis yg mengatakan, kejayaan kota London dulu ditunjang oleh keberadaan sungai Thames ditengah kota sebagai pintu masuk aktifitas perdagangan. Dengan dermaga ditepi sungai dalam kota, membuat London pada tahun 1930 menjadi salah satu wilayah Water Front tersibuk.

GAMBARAN WILAYAH WATER FRONT CITY
Water front saat ini terdapat dihampir sebagian besar kota2 didunia, seperti London Docklands, Dublin Docklands dan yg masih berlanjut pembangunannya saat ini Melbourne Docklands di Australia. Terdapat persamaan dari ketiga contoh wilayah tersebut yg menjadi dasar terbentuknya wilayah Water Front didalam kota urban, yaitu keseragaman level sosial-ekonomi didalam struktur masyarakat kota tersebut. Adanya kebutuhan masyarakat untuk mempunyai satu wilayah terbangun modern dengan homogenitas sosio-ekonomi masyarakat didalamnya. Yang perlu dicermai adalah, ketiga kota besar dunia tersebut memiliki letak CBD tidak jauh dari pantai. Sebagai ilustrasi Docklands water front Melbourne hanya berjarak 10 menit jalan kaki dari pusat kota (jadi VOC dulu sudah tepat membangun pusat kota Jakarta di daerah "kota" sekarang....eh malah digeser sama Soekarno ke Sudirman-Thamrin-Gatsu).
Fasilitas yg dibutuhkan wilayah Water Front saat ini sudah jauh berbeda dengan yg dibutuhkan London tahun 30 an dulu, karena sekarang fasilitas untuk peningkatan kualitas hidup dan berusaha lebih diutamakan seperti ruang2 terbuka, pedestrian lebar yg interconnected, kompleks rekreasi standard international, perkantoran dan hunian yg aman & privasi terjamin, gedung2 pameran serta pusat perbelanjaan berstandard internasional dari skala kecil sampai besar dengan ditunjang dengan ICT modern yg layak bagi wilayah urban modern.
Robinson (1998) seorang jurnalis mengatakan, pada 1996 London docklands menarik pengunjung sebanyak 1.6 juta orang yg dekat dengan CBD London.

BAGAIMANA DENGAN INDONESIA?
Tujuan utama pembangunan wilayah Water Front adalah peningkatan pemasukan devisa dan standard of living masyarakat penghuninya. Masyarakat harus diedukasi mengenai tata krama kehidupan yg bersifat global yg dapat berinteraksi dengan berbagai ras, suku bangsa & menghargai keyakinan yg dianut oleh setiap individu nya (termasuk yg tidak punya keyakinan religius apapun). wilayah Water Front juga diharapkan memacu pertumbuhan small business enterprise penduduk lokal secara resmi, bukan pengusaha-pedagang liar, kaki-lima, warung pinggir jalan. Wilayah Water front di Indo juga harus dapat menjadi pilot project untuk pengembangan wilayah2 lainnya dengan menerapkan law-enforcement yg tegas.
Bagi kota2 besar pesisir pantai di Indonesia, wacana perencanaan Water Front city juga sejalan dengan UU Indo No. 4 tahun 1992 tentang ketentuan pokok pengolahan lingkungan hidup yg menggaris bawahi ekosistem buatan akan membuat satu tatanan kesatuan secara uutuh menyeluruh antar segenap unsur lingkungan hidup yg saling mempengaruhi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Water Front city bkan berarti sekedar pembangunan kompleks rumah mewah berlokasi dipinggir pantai seperti diwilayah Jakarta utara, dan bukan pula hanya berupa kumpulan fasilitas rekreasi seperti Ancol. Hal ini sesuai dengan apa yg dikatakan oleh Fred Manson, seorang arsitek pada proyek revitalisasi London Docklands, bahwa yg dibutuhkan oleh masyarakat bukan area semacam Disneyland, tapi satu bagian wilayah kota dimana masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan nyaman (McGuigan, 1999). Jadi Water Front city bukanlah sekedar kompleks hunian & rekreasi, tapi lebih jauh lagi, merupakan satu pencerminan dari tingkat kualitas hidup serta pendidikan yg baik dari masyarakat kota urban, dimana strata sosio ekonomi masyarakatnya dapat tercermin dalam level standard kehidupan yg baik ditunjang oleh berbagai fasilitas untuk kehidupan modern. Seperti yg dinyatakan oleh Robert John, eksekutif director Canary Wharf station di London docklands, bahwa untuk perencanaan sebesar docklands dibutuhkan program yg menyeluruh, peran serta seluruh pihak dan pengetahuan yg luas tentang kebutuhan masyarakat itu sendiri (Robinson, 1998).
Sejalan dengan gambaran tentang daerah Water Front diatas, Hidayat (1993) pengamat masalah perkotaan pernah mencetuskan satu ide untuk mengubah kota Jakarta jadi Service City dengan mengacu pada lima penekanan pengembangan yaitu; pusat pelayanan; pusat keuangan; pusat pariwisata; pusat perdagangan dan pusat pembangunan masyarakat. Konsep ini sebenarnya tidak berbeda dengan konsep pembangunan wilayah Water Front.
Jadi, bagaimana merencanakan Water Front city di Indo saat ini, yg masyarakatnya masih banyak bertikai, banyak kelompok yg masih main hakim sendiri, menekan individu atau kelompok lain untuk mengikuti pandangan hidup satu kelompok lainnya? melakukan penjarahan berkelompok dan pembenaran setiap tindakan yg melanggar hukum....oh noooooooooooo.

WORKS CITED
1. Ackroyd, P (1999), In Praise of London's old father, NewsWeek magazine, Nov. 22, 1999
2. Robinson, S (1998), Docklands succsess story, Property Australia, vol. 12, No. 4, Dec 1997/jan 1998
3. Melbourne Docklands 91997), Docklands authority annual report 1997
4. Dublin Docklands 91998), Dublin docklands development authority annual report 1998
5. McGuigan, C (1999), Society of the arts: renaissance on the river, NewsWeek magazine, Nov. 22, 1999
6. Hidayat (1993), Pokok-pokok pikiran Jakarta sebagai Service City dan rumusan pola dasar

Bangunan ramah LINGKUNGAN ?

GOOD DESIGN & GOOD BUSINESS - To reflect the value oc company

KYOTO & MONTREAL PROTOCOL - In GREEN building

GREEN HOUSE EFFECT - Mara ISKANDAR

GLOBAL WARMING POLLUTION - Al GORE, former vice president - GREENBUILD 2009

HOW SERIOUS AN ENVIRONMENTAL THREAT? - The Lion magazine - February 1990

However, IT'S NOT EASY BEING GREEN - Harvard Business Review - May-June 1994

GREEN BUILDING - Proyeksi magazine, Nov-Dec, 2005

RESIDENTIAL 128 - Stuttgart - Germany, 2009 - arch. Prof. Werner SOBEK (Univ. of Stuttgart) - LEED Award, triple O (zero energy, emission & waste) - Designing the future - Kompas news, May 24, 2009 (Goethe Haus exhibition-Jakarta, May 2009)

THE ESPLANADE - Singapore - Investor Daily - September 2, 2007

ECO FRIENDLY house - HONGKONG - AsiaWeek, May 2001

BEIJING WATER CUBE Pool Stadium - Bisnis Indonesia, August 11, 2008

GREATER LONDON AUTHORITY - LONDON, 2003 - arch. Norman FOSTER - NewsWeek magazine, November 22, 1999

WATER CUBE - Beijing 2008 - POLYHEDRON BASE - Olympic Stadium - arch. PTM & Ove Arup


IS NOT EASY GOING GREEN - Review Indonesia magazine, October 1993

Kenneth YEANG - Menara MESINIAGA - KL, 1996 - Bio Climatic Architecture - Kompas news, August21, 2005

Dari masa kemasa keberadaan bangunan selalu mengikuti perubahan kebutuhan masyarakat dan perkembangan teknologi. Sejak mulai berakhirnya zaman batu (Neolithikum) sekitar 2000 BC hingga pada zaman dikenalnya perunggu (Megalithikum) masyarakat sudah berusaha menghindar dari kekerasan alam dengan berlindung didalam goa hingga mencoba membuat rumah sederhana dengan bahan dari batu dan kayu2an. Revolusi industri pada abad 19 membuat bangunan mulai bertransformasi menjadi suatu bentuk mega struktur dengan pemakaian teknologi yang membutuhkan energy berasal dari sumber2 alam yang tidak akan tergantikan. Masa tersebut menjadi titik awal terjadinya degradasi lingkungan alam selama seratus tahun lebih sampai saat ini, hingga akhirnya muncul kesadaran dari sebagian besar masyarakat untuk mulai memikirkan bangunan yang tidak lebih jauh merusak lingkungan.

Tulisan ini merupakan pendapat tentang korelasi antara keberadaan bangunan sebagai hunian dengan konservasi lingkungan pada masyarakat urban perkotaan. Istilah populer adalah GREEN building atau sustainable building yang dapat memberikan rasa nyaman, sehat serta ekonomis dalam pengelolaannya (Proyeksi, Des. 2005).
Dapat ditegaskan bahwa konsep GREEN building sama sekali tidak berkaitan dengan usaha menanam tanaman disekeliling bangunan (ini namanya ECO friendly living atau sustainable environment)), lihat saja The ESPLANADE-Singapore yg mendapat LEED award, bangunan itu dapat dikatakan "gersang", karena sekelilingnya didominasi pengerasan....yakan?!

PENDAHULUAN
"A green design is to save energy by making our design more efficient"
Arch. William McDonough - NewsWeek magazine
Diawal tahun 20 an berkembang paham Platonic pada disain bangunan yang mengagungkan bentuk2 murni geometris seperti kubus, bola ataupun bentuk piramidal. kemudian dipertengahan tahun 60 an muncul pula pandangan "The Supersensualist" di Eropa yang dapat dianggap sebagai kelanjutan dari paham Art Nouveau (1890), The supersensualist berusaha mendobrak kemonotonan kreatifitas para artis sebelumnya didasari dengan kemajuan teknologi pada seluruh bidang industri saat itu. Mulai tahun 90 an muncul satu paham baru tentang bentuk massa bangunan yang mendobrak pemahaman aliran modern arsitektur, Post Modern serta Late modern, yaitu paham yang didasari pada kemajuan material bahan bangunan dan teknology struktur yang sangat fenomenal, diistilahkan sebagai Deconstructivism yang dimotori para arsitek Avant Garde seperti Zaha Hadid, Santiago calatrava dan Rem Koolhaas.

Sejalan dengan munculnya aliran Deconstructivism, timbul pula kesadaran untuk mulai melestarikan lingkungan dengan pemikiran dan upaya untuk menciptakan bangunan yang bersifat Eco-Friendly Living, terlihat dari usaha yang dilakukan oleh arsitek kenneth Yeang pada tahun 90 an yang memperkenalkan konsep arsitektur Bio-Climatic pada Menara Mesiniaga di Kuala Lumpur (Aga Khan Award, 1996), lalu Greater London authority karya Sir Norman Foster serta Wisma Dharmala di Jakarta karya Paul Rudolph (apa bener?), ketiganya dapat menjadi contoh usaha penerapan konservasi energy pada operasional bangunan


KOTA SEBAGAI TEMPAT TINGGAL
Menginjak milenium ketiga ini lebih banyak orang memilih untuk tinggal ditengah kota dibanding didaerah pinggir. Kondisi tersebut sudah jau berbeda dengan yg pernah dikatakan oleh Aristoteles pada sekitar tahun 999 (The Economist, 1999), hal tersebut tercermin dari kemunculan puluhan kota baru yg terbentuk di Indonesia dalam periode sepuluh tahun terakhir ini (Bisnis Indo, Nov. 2008). Antisipasi Agung Podomoro (AP) sebagai developer dengan konsep "Back to the city", dapat dipakai sebagai bukti bahwa kota saat ini lebih diminati oleh masyarakat. Guna menunjang konsep tersebut, idealnya phisik kota harus dapat membuat masyarakatnya hidup serta berusaha dengan nyaman, dengan jalan apabila kualitas ekologi perkotaan dapat menunjang kehidupan normal, maka dampaknya akan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat serta mempercepat laju perekonomian didalamnya ( Fotune, Nov. 1996).

WORKS CITED
1. Editor (1999), The end of urban man? Care to bet, The Economist, Millenium Special Edition, December 31, 1999
2. Precourt G & faircloth A (1996), Best cities: Where the living is easy, Fortune mag, Nov. 11, 1996
3. Forbes A (1995), Environment: Eco-friendly image takes hard work to be seen green company need more than basic PR, Asian Business, Vol. 31, No. 12, December 1995
4. PPSML-UI (2000), Himpunan peraturan tentang pengelolaan lingkungan hidup, UI, Jakarta
5. Johnson, S (1993), Greener building: Environmental impact of property, The MacMillan Press, Ltd
6. Jencks, C (1985), Modern movements in architecture, Penguin Books Ltd., England
7. Smith, M et.al (1998), Greening the built environment, Earthscan Publication Ltd., UK
8. McGuigan, C (1999), Architecture: renaissance on the river, NewsWeek mag, Nov. 11, 1999
9. Bisnis Indonesia News - 29 Agustus 2007 & 13 Agustus 2008 & 5 Nov. 2008
10. Bisnis Properti mag - June 1993
11. Kompas news - 21 Agustus 2005 - Menara Mesiniaga
12. NewsWeek mag - Nov. 22, 1999 - Greater London Authority